Cerita Perempuan Kuat di tengah Badai

Foto: PosKata

Happy morning Happy Friday bestie,

Apa kabar disana? Di Depok sudah seminggu ini hujan terus terkadang deras berhenti deras lagi, sedikit terang lanjut lagi hujan. Sampai saat aku nulis di blog ini hujan masih setia menemani. Sambil nulis ditemani segelas capucinno hangat, hmm….nikmat

Kita ngobrol tentang perempuan yuks,

Walaupun belum ada pengumuman resmi Indonesia masuk di masa endemi, tetapi sekarang keleluasan untuk ngobrol cantik sudah bisa. Seperti seminggu yang lalu aku bertemu teman SMA,gak banyak hanya 5 orang yang hadir, perempuan semua. Tahu dong kalo perempuan kumpul rameeee-nya deh.

“Hai Yuyi katanya kamu mau curhat”, celetukku.

“He…he…he…iya nih mo tanya pendapat teman-teman dong. Jujur ya, kalau ikutin kata hati gue mau kost aja. Tapi orangtua udah sepuh gak enak ninggalin”

“Ya janganlah! Kan cuma kamu saja’kan yang tinggal di rumah. Adik-adikmu sudah married semua’kan?”

“Justru itu masalahnya Dennise. ibuku walaupun usianya sudah 80-an tetapi semangat bawelnya itu loh gak nahanin”

“Seumur kamu masih dibawelin?”, tanya Dita kaget

“Aduh Dita, lancar banget nyokap gue ngocehnya. Sepertinya masih ada sisa-sisa profesi guru sama beliau. Pusing gue dengerinnya. Tiap hari yang diomongin itu kapan married, married en married”

“Memang nyokap bilang apa?”, tanyaku penasaran

“Yuyi kamu kapan married? adik-adikmu semua sudah married. Mama ingin cucu dari kamu loh”

“Ya aku jawab saja, kan cucu sudah ada dari adik-adik sama saja toh! tapi mamaku gak puas pengen dari aku juga. Terus dia bilang, jangan banyak milih, tidak ada manusia yang sempurna”

“Kamu jawab apa Yi?”, tanya Rike

“Ya aku jawab. Yang milih aja banyak yang gagal apa lagi tidak memilih. Gue gak mau married itu jadi sebuah paksaan karena status loh. Iih…mengerikan sekali”

Baca juga: Hidup Itu Pilihan: Menikah/ Still Single

“Eh aku jadi ingat ya Yi, bukan nakutin sih. Ada saudaraku, perempuan terpaksa harus menikah karena nurutin permintaan orangtuanya. Ibunya tuh malu karena anak perempuan satu-satunya belum menikah. Padahal parasnya cantik. Yang terjadi saudaraku hanya beberapa bulan saja melewati proses pacaran dengan pria yang akhirnya jadi suaminya. Tidak mengenal karakter dan masa lalu itu pria”

“Langgeng rumahtangganya?”, tanya Yuyi

“Sampai sekarang tetap bertahan dalam kepahitan. Sangat miris dan pedih, suaminya itu pemakai narkoba. Yang sangat menyakitkan masa lalu suaminya yang free sex sering berganti pasangan menyebabkan suaminya terkena HIV juga saudaraku terkena”

“Ada anak?”

“Ada satu. Untungnya anaknya tidak terkena. Saudaraku sekarang dalam pengobatan. Ingin bercerai apalagi suaminya tidak punya penghasilan yang tetap. Ternyata selama ini pekerjaan yang disebut sebagai manager hanya fiktif belaka”

Baca juga: Masalah Kejiwaan Bisa Dipulihkan Jika Ada Kasih

“Sudah cerai?”, tanya Rike

“Bagaimana mau cerai. Ibunya temanku sedang sakit stroke. Kalau dia cerai dengan suaminya yang dipikirkan sakit ibunya semakin parah”

“Kasihan temanku harus konsultasi psikiater karena terpaksa mengikuti kemauan ibunya demi status. Bahagia untuk ibunya sementara dirinya menderita”

Baca juga: Waspada! Wanita Mudah Alami Depresi

“Ah Dennise bukan hanya teman saja yang konsultasi ke psikiater akupun juga melakukan cek kesehatan mental“, ujar Rike.

Baca juga: Waspada,Ini Tanda Kelelahan Mental

“Hah kamu ke psikiater Rik, what happen aya naon. Selama ini aku lihat kamu fine-fine saja menjalani hidup?!”, ucapku terkaget. Karena selama ini yang aku tahu’kan rumah tangganya adem-adem saja.

“Ya masa masalah keluarga harus diumbar keluaran sih…belum tentu ada solusi malah di bully iya. Kalau kebetulan seperti ini aku cerita sama kalian. Aku ini sudah 10 tahun sebenarnya seperti bercerai dengan suami”, cerita Rike.

“Gak paham deh seperti bercerai. Maksudnya?”, tanya Yuyi

“Ya status masih tetap istri tapi sebenarnya kami sudah pisah ranjang karena suami punya selingkuhan yang akhirnya dinikahi”

Baca juga: Divorce Terbaik?! Daripada Diselingkuhi

“What?!!”, mataku membelalak.

“Kamu kok betah bertahan. Kalau aku sih sudah cerai ngapain bertahan dalam luka”

“Maunya sih cerai. Tapi masalahnya pasti fatal. Karena aku tidak bekerja sepenuhnya mengandalkan suami. Kalau divorce anak-anak yang masih kecil pasti hak perwalian jatuh ke suami dan aku tidak dibiayai hidup. Selain itu dia juga banyak membantu pengobatan ibuku yang berjuang dengan sakit kanker. Aku bisa berbuat apa? Beraattttt!”, tangis Rike pecah.

Foto: KapanLagiPlus

Sedih merasakan pilu yang dialami Rike. Suami merasa diatas awan karena dia pengendali ekonomi dan memang suaminya juga tidak mau menceraikan Rike karena sebagai pegawai pemerintahan tentunya akan ada sanksi.

Yuyi, Rike adalah perempuan-perempuan kuat yang dalam kehidupan sehari-hari mengalami tekanan bathin dari orang terdekat. Tidak saja mereka, tetapi diluaran sana masih banyak perempuan kuat korban dizolimi oleh pasangannya.

Sebagai perempuan juga aku mengalami ketidakadilan oleh pria ataupun orang terdekat yang menuntutku harus begini-begitu. Tetapi kembali lagi hidup kita dibawah kendali kita bukan orang lain.

Perempuan,

Jangan menyerah dengan keadaan

Kita BUKAN perempuan lemah

Kita tidak perlu takut menghadapi hidup. Lakukan yang terbaik. Selebihnya serahkan pada Sang Pemilik Kehidupan.

Hidup hanya satukali. Beri ruang untuk dirimu bahagia. Jangan terus tangisi keadaanmu. Dibalik masalahmu ada rencana Tuhan yang terbaik dalam hidupmu. Semangat (D/s)

3 thoughts on “Cerita Perempuan Kuat di tengah Badai”

Leave a Comment