Foto: Pixabay
Hai sahabat,
Kita cerita yuk, bernostalgia. Kalian (yang sudah menikah) ketika diajak menikah senang, ragu atau kesepakatan?
Aku tim kombinasi perasaan, senang karena punya teman hidup tapi ragu juga apakah bisa bahagia. Betapa tidak! aku si anak tunggal yang notabene agak manja dan dimanja rasanya tidak begitu siap ya untuk melepas kenyamanan yang sudah bertahun-tahun dirasakan.
Walaupun orangtuaku dalam golongan ekonomi sederhana, namun aku cukup di manja. Zaman itu memang belum ada gadget ataupun barang mewah ya. Tapi secara kehidupan tidak susah-susah bangetlah.
Baca juga: Sumber Kebahagiaan Keluarga adalah Cinta Tulus
Aku tidak menyalahkan mamaku memang, yang menurutku agak memanjakanku dan khawatiran. Contohnya nih, mama tidak pernah mengajari saya memasak. Pernah aku goreng telor ceplok.
Disini ada 2 letak kesalahan. Mama tidak pernah mengajari saya memasak dan saya tidak pernah nonton mama memasak secara langsung. Jadi karena penasaran aku panaskan minyak dengan api besar. Hebatnya nih si Dennise yang duduk di bangku SMA nggak ada rasa takutnya, masih yakin saja yang dilakukan benar.
Jadi saat apinya besar, saya pecahkan telor dan masukkan di penggorengan. Ada yang salah? pasti salah banget, gila deh aku! Harusnya kan api sedang terus yang namanya telor ceplok alias mata sapi kan masaknya salah. Bukan di penggorengan melainkan di pan yang diolesi mentega. (Itu aku ketahui setelah ditegur mama).
Apa yang terjadi?
Si telor hangus, api membesar karena sempat aku tinggalin nonton sinetron. Saya tidak berpikir sejauh itu. Panik? sangat. Saat itu masaknya di kompor yang memakai minyak tanah. Untung rumah orangtuaku ada halamannya. Jadi saya ambil 2 lap, pegang gagang penggorengan dan saya lempar ke halaman dengan kondisi minyak panas banget. Untung saya tidak tersiram itu minyak panas.
Mengetahui hal itu, mama yang waktu itu pulang dari arisan antara mau marah tapi menyesal kenapa tidak mengajari saya memasak.
Baca juga: Keluarga Sehat, Keluarga Bahagia dengan Imunisasi Lengkap
“Butet (panggilan kecilku), tidak terluka?”, rasa khawatir mama sambil memeriksa seluruh bahaya. Kaki, tangan, wajah, takut ada cepretan minyak.
Aku menggeleng. “Mama sih gak ajari aku masak!”
“Mama khawatir. Ya seperti ini, kamu tinggalkan api besar nyala. Untung tidak terjadi apa-apa”
“Mama kapan ajari aku masak?”
“Nanti ya kalau sudah besar”
“Sekarang aku sudah besar”
“Bukan badan besar tapi pemikiran dewasa”
Gak puas dengan jawaban mama, aku ngomong sama papa.
“Pa aku mau masak, tapi mama gak mau ajari. Katanya takut karena aku ceroboh”
Baca juga: Mau Umur Panjang? Lakukan Ini
Sebenarnya papa juga sama saja dengan mama yang khawatir karena aku terlihat ceroboh. Akhirnya iba juga papa. Saat mama tidak ada papa ajari aku masak air. Dan kembali, ada tragedi air yang aku masak ceretnya gosong karena airnya surut, kelamaan masak.
“Aduh Butet kamu ini gimana sih? papa’kan udah ajarin masak air kalau sudah ada bunyi dan keluar kepulan asap dari ceretnya itu pertanda airnya sudah mendidih dan siap diangkat”
“Maaf pa, ditinggal sebentar ke warung”
“Duh Tet. Masakan itu tidak boleh ditinggal termasuk air. Apalagi sampai jauh ke warung. Untung tidak terjadi kebakaran”
Dari kejadian itu ke-2 orangtuaku sudah tidak percaya lagi untuk urusan dapur. Sampai akhirnya aku menikah.
Ada satu kejadian lucu,
Di tahun 1996 aku menikah. Karena aku dan suami sama-sama bekerja dan belum dikasih momongan maka untuk urusan masak kami beli diluar, praktis.
Sebelum ada anak, kami biasa makan diluar
Suatu hari kedua orangtuaku ada urusan keluarga di Medan. Aku diminta untuk tinggalin rumah bersama suami.
“Butet kamu gak usah repot untuk makan. Hanya masak nasi saja. Ada lauk ayam di freezer. Tinggal goreng saja sudah mama bumbuin”
Kesenangan dong aku. Gak perlu repot masak lauk sudah ada di freezer, tinggal goreng.
Kata tinggal goreng itu enak terdengar, praktis. Sampai tibalah suami mau makan, aku aku ambil dong ayam yang ada di freezer. Penggorengan aku panasin, setelah panas aku goreng itu ayam. Setelah berubah warna aku angkat.
“Bang, makan. Ini ayam mama sudah bumbuin, aku tinggal goreng saja”
Baru 3x suapan nasi dan ayam suamiku berubah muka.
“Gak enak bang?”
“Dek makan deh masakanmu”
Aku penasaran, lalu kumakan. Loh kok gak enak dan masih dingin dalamnya. Luarnya saja matang itu juga gosong.
“Kamu tidak dinginkan dulu tuh ayam”
Aku menggeleng, “kata mama’kan tinggal masak”
“Duh dek. Aku saja yang pria tahu yang namanya makanan dari kulkas tidak boleh langsung di goreng, didiamkan dulu. Untung minyaknya tidak meledak-ledak karena ayamnya mengandung air”
Aku merenung. Benar kata suamiku. Sebagai istri dan juga calon emak (saat itu aku lagi hamil) aku harus bisa masak, mengurus keluarga. Wajib menjadi emak multitaskinglah. Sukses di kantor dan juga di rumah.
Masakan kesukaan keluarga yang aku olah sendiri
Aku pikir, mengapa aku tidak jadi emak blogger saja ya. Kebetulan aku senang juga menulis. Jadi urusan keluarga beres tapi aku juga punya kesibukan.
Terus aku kirimkan artikel-artikelku ke beberapa media online yang menghasilkan cuan. Di blognya Dian Restu Agustina ada dibahas nih media mana saja yang menerima penulis dari luar.
Jadi emak memang harus multitasking ya,kawan. Keluarga terurus tapi tetap bisa menghasilkan cuan dengan bekerja dari rumah (D/s)
Hihi…lucu jiga kak pengalamannya, emak muda mmg punya bnyk pengalaman lucu, dri goreng telur sambil pakai helm sampe ga tau klo ayam dri kulkas harus dibiarkan dulu sebentar. Setuju sekali klo menjadi emak MMG harus seimbang agar tetap bahagia aplgi kegiatannya bisa hasilkan cuman ya kak,seperti JD emak blogger.