Lawan Stigma Untuk Dunia Setara

Kenalkan ini temanku namanya Kiki (28 th). Kami berkenalkan di facebook. Masih ingat dulu Kiki yang add aku di FB. Karena aku belum konfirm pertemanan Kiki kirim inbox ke aku.

“Hai kak Dennise, salam kenal. Aku Kiki. Aku pengen punya teman. Maukah kakak jadi temanku?”

Sempat kaget juga dengan isi pesan yang disampaikan dengan polos. Karena hari gini mana ada sih orang yang tidak punya teman ya. Dari isi pesan inbox ini buat aku penasaran ingin tahu tentang Kiki. Memangnya berapa sih temannya di facebook?

Oh ternyata hanya ada 5 saja.Setelah aku telusuri temannya itu hanya adiknya, sepupunya dan bibinya. Di dorong oleh rasa ingin tahu yang besar akhirnya aku terima pertemanan itu.

“Ki kok kamu ingin punya teman?”, tanyaku di inbox

“Iya kak, karena aku tidak punya teman. Semua orang menjauhkanku, saudaraku juga. Aku penderita kusta yang saat ini sedang dalam pengobatan. Mereka takut tertular. Padahal menurut dokter di Puskesmas kusta itu tidak mudah menular ” tulisnya sambil memberi simbol emoji sedih. Jantungku berdegup kencang. Rasa pilu menyanyat hati. Mengapa di zaman modern seperti ini orang masih menjauhkan penderita kusta dari lingkungan. Stigma di masyarakat sudah memberi cap bahwa penderita kusta itu harus disingkirkan.

Berdasarkan literatur yang aku baca bahwa kusta itu tidaklah semudah itu menular kepada orang lain. Kusta menular melalui percikan cairan dari saluran pernapasan (droplet), yaitu ludah atau dahak, yang keluar saat batuk atau bersin. Dan juga kusta itu menular jika kontak dengan penderita dalam waktu lama.

Jadi dapat diartikan seorang bisa menularkan (lebih mudah ) jika sering bertemu tinggal seatap, ya kalaupun tertular lebih dulu anggota keluarga ya daripada orang luar yang jarang bertemu. So tidak perlu takut bila bertemu, bersalaman tangan bahkan duduk bersama akan tertular.

Foto: Pixabay.com

Kusta atau lepra adalah  disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Ada beberapa ciri yang menggambarkan seseorang itu terkena kusta seperti:

  • Mati rasa di kulit (termasuk merasakan sentuhan, suhu atau rasa sakit
  • Muncul lesi pucat, berwarna lebih terang, dan menebal di kulit
  • Muncul luka tetapi tidak sakit
  • Pembesaran saraf yang biasanya terjadi di siku dan lutut

Nah dikesempatan Rabu, 30 Maret 2022 aku berkesempatan mengikuti webinar Lawan Stigma Untuk Dunia Setara bersama Berita KBR dengan menghadirkan Uswatun Khasanah (Orang Yang Mengalami Kusta / OYMK) dan dr.Oom Komariah,M.Kes dari POTADS (Persatuan Orangtua anak dengan Down Syndrome)

Di pembicara pertama Uswatun berbagi cerita. Terkena di usia 14 tahun mengalami kusta penyakit yang menyerang pada saraf kulit pengobatan. Rasanya tentu saja tidak enak apalagi saat itu dialami pada usia belia.

Foto: Uswatun Khasanah

Uswatun melakukan pengobatan gratis di Puskesmas secara rutin. Diceritakan perempuan berusia 25 tahun ini ada 2 jenis kusta yaitu basah dan kering yang masa pengobatannya berbeda.

Untuk kering hanya 6 bulan ditandai dengan bercaknya 1-5 buah, bercak putih seperti panu dan kemerah-merahan.

Kusta basah seperti yang dialami Uswatun lebih lama 12 bulan ditandai dengan adanya bercak putih kemerahan dikulit lebih dari 5, penebalan pada kulit, ada mati rasa juga, membaal.

Kembali flashback ketika masih sakit kusta tentunya sangat tidak nyaman menghadami stigma dari masyarakat yang dalam tanda kutip “disingkirkan” karena penyakit yang sudah puluhan tahun ada di Indonesia melekat sekali dengan stigma negatif.

Apa saja Stigma Kusta di Masyarakat?

  • Penyakit kutukan
  • Penyakit menular
  • Penyakit menakutkan
  • Penyakit tidak bisa disembuhkan

Bagaimana Melawan Stigma itu?

Kalau semua didengarin tentunya menyakitkan. Untuk itu Uswatun berbagi tips kepada pendengar Berita KBR bagaimana dia melawan stigma yang terlanjur terbentuk di masyarakat:

Harus Sembuh

Untuk membuktikan bahwa penyakit kusta tidak semudah itu menular dan pastinya bisa sembuh harus ada tekad dalam diri bahwa saya harus sembuh,sembuh dan sembuh. Caranya bagaimana? disiplin minum obat, mengikuti semua saran yang diberikan dokter. JANGAN MALAS untuk berobat ini kunci kesembuhan.

Pola Hidup

Pola hidup yang sehat selama masa penyembuhan kusta harus ditanamkan dengan cara makan sehat dan bergizi dan terpenting lagi istirahat yang cukup

Positif Thinking

Senantiasa berpikir positif thinking. Jangan masukkan semua omongan negatif orang agar imun tubuh tetap terjaga sehat. Dan lebih penting lagi harus ditanamkan dalam pikiran bahwa saya KUAT, saya PASTI SEMBUH.

Stigma dan Diskriminasi Down Syndrome

Tidak saja penderita kusta yang mengalami diskriminasi di masyarakat tetapi anak down syndrome-pun mengalami hal yang sama. Hadir di pembicara kedua dr.Oom Komariah,M.Kes ketua POTADS yang juga memiliki anak down syndrome berbagi cerita pada pendengar Berita KBR.

Down syndrome adalah kelainan genetik yang menyebabkan penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik yang khas.

Down syndrome terjadi karena adanya kelainan genetik yang menyebabkan komponen DNA terbentuk secara tidak normal. Hal ini menyebabkan pertumbuhan dan fungsi organ tubuh janin menjadi tidak normal.

Baca juga: Anak Berkebutuhan Khusus?! Jangan Sedih!

Foto: dr.Oom Komariah,M.Kes

Diceritakan dr.Oom cenderung orang yang memiliki anak down syndrome menarik diri dari lingkungan dan diumpetin karena merasa malu. Akibatnya anak tidak mendapat penanganan yang tepat seperti stimulasi pada anggota tubuhnya.

Nah hal ini tentunya berefek pada tumbuh kembang dimana anak menjadi telat berjalan, berbicara dan tidak bisa bersosialisasi pada lingkungan sekitar.

Orangtua mengalami tekanan secara psikis ketika anak lahir dengan kondisi down syndrome. Menurut pengurus POTADS ini di daerah-daerah terpencil masih banyak orangtua yang menelantarkan anak-anak ini bahkan ada juga yang dipasung.

Sekilas tentang POTADS

Didirikan dari orangtua-orangtua yang mempunyai permasalahan yang sama yaitu memiliki anak down syndrome. Visi dari POTADS pemberi informasi terlengkap tentang down syndrome. Tujuannya memberdayakan orangtua dan anak down syndrome untuk lebih mengoptimalkan bahwa anak down syndrome bisa loh melakukan aktivitas seperti anak lain pada umumnya.

Di POTADS juga ada namanya Rumah Ceria down syndrome dimana anak-anak menjalani banyak pelatihan seperti hand & craft, musik ( seperti perkusi, drum, gitar), memasak, olahraga (renang, karate), bahkan pelatihan baristapun adalah loh!

Bagaimana Cara Berdamai Diri?

Semua orangtua ketika melahirkan anak mendambakan anaknya sehat dengan anggota tubuh yang sempurna. Namun ketika Sang Pencipta menentukan lain anak terlahir misalnya dengan kondisi down syndrome tarikan nafas panjang berhari-hari bahkan berbulan dan ada yang bertahun akhirnya ikhlas menerima. Seringkali juga ibu yang melahirkan menyalahkan diri sendiri dan penuh penyesalan. Padahal hal ini tidak harus dilakukan jika bisa berdamai dengan diri sendiri.

dr.Oom berkisah dulu ketika anaknya terlahir down syndrome awalnya sulit menerima keadaan. Apalagi profesinya sebagai dokter dan sempat menyalahkan Tuhan, mengapa ini terjadi? Kecewa dan berpikir jauh anaknya nanti akan menjadi bahan cemoohan orang, keluarga malu. Dan semua yang jelek dipikirkan. Tapi waktu itu tidak lama Tuhan langsung menyadarkannya untuk segera bangkit dari keterpurukan.

Pesannya untuk orangtua yang memiliki anak down syndrome silahkan untuk nikmati dulu masa sedih, rasa bersalah tetapi jangan kelamaan larut dalam kesedihan. Ada tips untuk orangtua bagaimana bangkit:

Cari Komunitas

Sekarang ini ada banyak komunitas yang membantu masalah anak berkebutuhan khusus.Seperti PONTADS. Di komunitas ada satu rasa yang sama dimana sama-sama anggota saling memberi kekuatan, berbagi informasi dan memecahkan masalah.

Terkadang anak down syndrome rentan dengan berbagai penyakit tambahan. Untuk orangtua yang baru memiliki anak down syndrome tentunya kaget jika anaknya didiagnosa juga mengalami sakit jantung bawaan misalnya. Nah, untuk mereka yang juga mengalami hal yang sama bisa mendapat informasi lebih banyak. Harus ke dokter mana dulu, apa yang harus dilakukan, dokter yang berpengalaman dan ramah misalnya. Informasi-informasi lengkap ini bisa didapatkan dalam komunitas.

Cepat Melakukan Tindakan

Ketika anak sudah terdiagnosa down syndrome cepat melakukan tindakan dengan berobat ke ahlinya seperti dokter anak ataupun klinik tumbuh kembang agar mendapat pengarahan harus diapakan. Karena biasanya anak down syndrome akan banyak mengalami penyakit penyerta. Seperti: jantung bawaan, mata bermasalah, telinga bermasalah. Dengan tahu lebih cepat tentunya lebih baik untuk bisa tahu bagaimana penanganannya.

Jangan Malas

Ketika orangtua sudah tahu terapi apa yang harus dilakukan untuk anaknya biasanya ini dilakukan tidak setiap hari di klinik tumbuh kembang. Mengapa? karena biayanya mahal. Untuk itu para orangtua HARUS dan tidak boleh malas untuk menerapi anaknya di rumah seperti yang diajarkan di klinik tumbuh kembang. Justru terapi di rumah lebih cepat hasilnya karena diberikan dengan cinta kasih dari orangtua.

Semangat

Anak adalah titipan Tuhan apapun keadaannya. Para orangtua yang memiliki anak down syndrome Anda adalah orangtua beruntung yang dipercayakan Tuhan untuk membesarkan, mengasuh dan mendidik, Kita tidak tahu rencana Tuhan dibalik semua ini. Mari mom, dad bangkit, semangat dan buang semua rasa tidak percaya diri. Berikan yang terbaik dengan kemampuan maksimal yang Anda miliki (D/s)

79 thoughts on “Lawan Stigma Untuk Dunia Setara”

  1. Penyakit kusta pun bisa disembuhkan ya jika disiplin minum obat dan pola hidup yang sehat. Perlu waspada juga jika ada tanda-tanda penyakit kusta, semakin cepat tau, semakin cepat diobati akan semakin baik, tentunya lebih cepat sembuhnya.

    Reply
  2. memang agak berat mengedukasi publik agar tdk terjerat stigma terkait kusta.
    semoga kita bisa berperan utk tingkatkan literasi seputar kusta ini ya mba
    terima kasih sharing-nya yg sangat bermanfaat

    Reply
  3. Iya nih, masih banyak yang labeling dengan stigma negatif bagi para penderita kusta. Semoga semakin banyak edukasi dari pemerintah yang lebih merata ya. Begitu juga diskriminasi Down Syndrome. Hanya orang tua hebat yang dikaruniai anak istimewa 🙂

    Reply
  4. Di zaman modern masih ada aja stigma seperti ini ya mbak, menjauhi penderita kusta.
    Perlu banget diedukasi baik untuk mereka yang mengucilkan penderita kusta ataupun penderitanya untuk mendapatkan pengobatan.

    Reply
  5. Sedih banget kalo denger cerita kayak Kiki gitu, udah terlanjur terkena stigma negatif tanpa cari tahu terlebih dahulu.

    Untunglah saat ini udah banyak edukasi tentang kusta dan down syndrome yah, semoga masyarakat bisa lebih aware lagi dan gak sembarangan memperlakukan mereka

    Reply
  6. Agak kaget siy ternyata kusta ini memang masih ada, tetangga saya pun ada sekitar tahun lalu didiagnosis menderita kusta. Dan tambah sedih keluarga dia sendiri seperti tidak menerima dan akhirnya pulang ke rumah orangtuanya.

    Agak sedih memang, tapi kenyataannya memang susah mengedukasi masyarakat luas mengenai masalah kusta ini

    Reply
  7. Setuju, Kak Dennise, anak adalah titipan Tuhan apapun keadaannya. Maka orang tua juga lingkungan mestinya mendukung bagaimanapun kondisi seseorang bukan malah mengucilkan atau memberi stigma seperti yang kadang dialami penderita kusta juga down sydrome ini

    Reply
      • Benar. Saya punya sepupu, perempuan, -anaknya Bulik saya-, penderita down syndrome. Dengan dukungan keluarga, kondisinya stabil, sehat, hingga bisa bertahan sampai usia 29 tahun. Keluarga besar menerima dan menyayangi adik sepupu saya ini meski lingkungan tetap ada saja yang nyinyir dan berkata negatif padanya dan keluarga Bulik saya.

        Memang edukasi, sosialisasi ke semua agar ada kesetaraaan, masih perlu ditingkatkan lagi

        Reply
  8. Memang agak sulit ya mengedukasi masyarakat sekitar supaya tidak terjerat stigma negatif tentang penyakit kusta ini. Padahal orang yang menderita penyakit ini sangat membutuhkan dukungan dari orang lain bukan malah dijauhi dan dikucilkan yang malah menyebabkan si penderita ini down.

    Reply
  9. Wah isi inboxnya bener bener polos ya mba. Aku kalau dinbok gitu juga pasti jadi penasaran ama orangnya.

    Ngomong ngomong soal kusta ini memang dianggap aib juga ya buat sebagian masyarakat. Dijauhi, dikucilkan dan penderita kusta banyak yang jadinya takut berobat ke puskesmas.

    Reply
  10. Semoga stigma masyarakat bisa terkikis meski perlahan. Sebagai masyarakat modern seharusnya hal itu tidak lagi terjadi ya.
    Semangat para PMYK dan down syndrome

    Reply
  11. Stigma kusta ini masih ada ya.
    Namun dukungan kepada pasien harus yang utama, agar lekas dapat penanganan, karena masih bisa kok disembuhkan

    Reply
  12. Alhamdulillaah ya kak masih banyak yang peduli dan merangkul penderita2nya. Smoga smakin banyak yayasan2 begini terutama untuk daerah pelosok yang belum lengkap sarana kesehatannya

    Reply
  13. Sudah semestinya stigma negatif kusta yang masih ada di tengah masyarakat dilawan dengan informasi-informasi yang benar melalui event-event positif, sehingga pengetahuan dan pemikiran mereka yang masih sempit bisa terbuka dan kemudian diharapkan dapat menerima penderita kusta dengan baik. Alhamdulillah masih banyak yang peduli.

    Reply
  14. Aku selalu ngilu hati ketika membaca artikel tentang kusta ataupun bertemu dengan penderitanya. Karena stigma kusta adalah penyakit berbahaya dan gampang menular sudah terpatri dari jaman dahulu kala. Setara dengan HIV AIDS.

    Semoga ya Kak, dengan sosialisasi yang rutin kepada publik, kusta bisa lebih dikenal dan dipahami oleh masyarakat. Sehingga para penderitanya tidak mengalami tekanan psikis karena perlakuan yang tidak manusiawi.

    Reply
  15. sebagai pasien epilepsi, saya ngerasain kekejaman stigma

    beruntung ibu saya tetap memperlakukan saya sebagai anak normal

    sehingga bisa sekolah, bekerja dan berkarir layaknya orang normal

    Reply
  16. Tetanggaku di kampung halaman juga ada yang memiliki anak down syndrome, dan saya baru tahu hal ini saat anaknya sudah berumur sebelas tahun. Jadi selama itu mereka memang menyembunyikan keberadaan anaknya itu karena malu. Butuh waktu bertahun-tahun untuk menyingkirkan rasa malu dari diri mereka

    Reply
  17. Ini benar-benar PR besar bagi kita sebagai bagian dri masyarakat untuk bisa menghapus stigma di masyarakat yang cenderung memberikan beban pada penyandang ataupun penyintas. Saatnya kita ikut serta memberikan harapan bagi mereka

    Reply
  18. Stigma negative tentang kusta terbentuk ketika kita sekolah SD SMP seingatku kak Dennise. Dulu tiap ke rumah nenek melewati RS Kusta, saya berpikir waah ngeri itu petugas2 di RS tsb apa ga takut ketularan ya??

    Stigma negative yg terlanjur terbentuk mendarah daging perlahan di hilangkan dg cara banyak adain seminar2 semoga semakin hari masyarakat kita berubah ya kak

    Reply
  19. Ternyata pengobatan kusta ini seperti pengobatan TBC ya mbak, selama 6 bulan atau lebih.
    Semoga dengan adanya banyak informasi tentang kusta, bisa menghapus stigma di masyarakat

    Reply
  20. Hai Mba Denise. Pola hidup jaga kesehatan selama masa penyembuhan menurutku memang penting sekali. Jadinya ini juga dukung agar penderita kusta lekas sehat dan sembuh. Dukungan dr masyarakat sekitar juga

    Reply
  21. Inilah masyarakat kita yang masih saja bergelut dengan stigma, terutama terhadap penyakit ya. Padahal mereka ini juga memiliki hak yang sama kok dengan kita yang sehat. Mereka juga ingin bekerja, berteman, bergaul dan melihat keluar. Senang sekali kalau edukasi seperti ini lebih sering bisa membantu mereka para penyintas ya.

    Reply
  22. Sedih banget ya denger curhatannya bu dokter dan mbaknya. Stigma dan diskriminasi terhadap para disabilitas masih sering terjadi. Semoga dengan semakin banyaknya edukasi, stigma dan diskriminasi ini bisa menghilang.

    Reply
  23. Kak Denise..
    bolehkah aku memuji ulasan kak Denise?
    Semakin lama berkunjung ke blog kak Denise, aku selalu excited dengan sudut pandang yang diambil, persis seperti membaca buku fiksi.
    Dulu pernah kak Denise mengangkat masalah alasan mengapa suami selingkuh, itu aku pikir sungguhan hanya karangan. Tapi kok..?!?

    Ini juga..
    Penulisan mengenai kusta dan stigmanya.

    Sangat menarik disajikan dengan versi bercerita yang humble, sehingga pembaca gak sadar bahwa yang dibaca adalah semuanya informasi dan fakta mengenai kondisi penderita kusta di Indonesia.

    Terimakasih yaa, kak Denise.
    Suka serem dengan judgement masyarakat. Semoga semakin banyak literasi mengenai kusta di Indonesia.

    Reply
  24. Stigma dan diskriminasi terhadap kondisi tertentu memang masih banyak ya..termausk down syndrome..Tips menghadapi stigma ini pas banget kayaknya kak..semoga tak ada lagi stigma dan bentuk diskriminasi apa pun yaa

    Reply
  25. Duh..miris sekaligus sedih membaca kutipan percakapan di atas. Karena stigma yang ada, sampai seseorang bisa sesulit itu untuk mempunyai teman. Sampai perlu bertanya gitu untuk bisa berteman dengan orang lain. Wajar sih, karena memang stigmanya begitu di masyarakat kita. Semoga tulisan ini bisa menjadi salah satu jalan untuk melawannya, dan mencapai dunia setara seperti yang kita inginkan.

    Reply
  26. Iya mbak, masyarakat itu perlu banget ya mendapatkan edukasi semacam ini untuk mengetahui tentang penyakit kusta dan perawatannya. Agar tidak ada lagi orang yang dikucilkan karena sakit kusta. stigma negatif ini tentu karena kurangnya edukasi

    Reply
  27. Sedih ya kalau masih ada yang menjauh dari orang sakit. Harusnya didorong semangatnya biar lekas sembuh, disupport. Apa mungkin karena penampakan penderita kusta yang membuat orang orang menjauh ya.

    Reply
  28. Kasihan memang jika ada seseorang mempunyai sakit atau kekurangan, malah dijauhi.
    Perlu bijak menyikapinya, dan untuk bijak kita perlu belajar banyak hal.
    Nice info, makasih sharing nya.

    Reply
  29. Sedih ya masyarakat menjauhi mantan penderita kusta, juga orang tua yang anaknya down sindrom padahal siapa yang mau sakit? Dengan pemberian informasi lengkap bikin kita lebih paham dan peduli dengan lingkungan kita ya, malah harus dirangkul bukannya dijauhi

    Reply
  30. adikku penderita kusta, Mba. Dan penderita ini memang butuh dukungan dari keluarga juga lingkungannya, sayangnya sampai saat ini masih banyak yang tidak ramah pada penderita kusta, hiks

    Reply

Leave a Reply to Maria G Cancel reply