Mau Sehat Jiwa dan Pikiran? Menulislah…

foto: Pixabay.com

Morning my bestie,

Apa kabarnya? semoga senantiasa sehat aman dalam perlindunganNya ya. Tak terasa tinggal menghitung hari kita akan mengakhiri tahun 2022. Jujur, setiap akhir tahun aku selalu merenung akan kebaikan Sang Pencipta sepanjang tahun. PenyertaanNya sempurna untukku dan anak-anakku.

Kembali mengingat,

Di pertengahan tahun 2022 ini bertubi-tubi alami kejadian yang membuat aku lebih pasrah pada Sang Pencipta. Diawali dengan si sulung Rachel yang terkena covid + typus. Waktu itu si kakak (begitu biasa aku memanggilnya) baru mulai bekerja di perusahaan Pak Haritanoesodibyo.

Foto; Putriku, Rachel Charlotte

Sebagai karyawan baru tentunya ada rasa ketakutan yang besar, baru masuk belum 3 bulan sudah sakit dan harus bedrest.

“Ya tenang saja kak, kalau rejeki gak kemana”, hiburku ketika si kakak ada rasa takut dikeluarkan dari kantor barunya.

“Sedih banget mom kalau harus keluar. Karena untuk bekerja disini aku sulit tembusnya”

“Kita’kan punya Tuhan yang hidup. Bawa dalam do’a dan percaya rencanaNya selalu baik”

Puji Tuhan,

2 minggu lebih si kakak istirahat di rumah, tidak dikeluarkan oleh pimpinannya. Dan sampai sekarang masih tetap bekerja. Mengurus yang sakit di rumah, lelahnya terasa juga. Selain harus gercap alias gerak cepat pekerjaan rumahtangga lainnya juga memang harus dikerjakan.

Sebagai ibu rumahtangga wajib multi tasking. Bisa nyari duit, urus keluarga dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Baru saja narik nafas beberapa hari setelah si kakak sembuh dari sakit, eh si bungsu Glory nyusul kena covid. Duh….mau nangis! bukan protes ke Tuhan, tetapi aku sempat drop kesehatanku. Karena selama urus kakak sakit, jujur istirahat kurang.

Apa Yang Kulakukan?

Berdo’a, tenang dan makan bergizi untuk kekuatan imun. Sebagai ummat beragama, kurasakan do’a mendekatkan dengan Sang Pencipta. Aku percaya semua yang terjadi pada anak-anakku seijin dariNya. Ketenangan jiwa sepertinya yang membuat imunku stabil. Saat itu aku berpikir anakku Glory pasti sembuh dari covid. Bagianku sebagai ibu aku jalankan jadi perawat pasien covid untuk anak sendiri. Puji Tuhan 2 anakku terkena covid, aku tidak. Kembali lagi karena imun yang kuat dan pikiran yang tenang. Mungkin kalau aku panikan ya si covid juga mampir ya.

Berbagai cerita sedih

Silih berganti menghiasi keluarga kecilku. Dari anak-anak yang terkena covid, kakakku yang terkena stroke (hubunganku sangat dekat dengan kakak) sampai saudara sepupu yang meninggal karena sakit kanker hati.

Ah kalau diingat sedih,

Kak Yani begitu aku panggil. Dia anak tanteku, seorang pimpinan disebuah bank swasta ternama. Selama 15 tahun berkeluarga belum dikarunia anak. Mungkin karena belum ada anak suaminya membebaskannya berkarir hingga lupa makan. Kata tanteku, sakit kanker hati yang alami Kak Yani karena makan yang tidak teratur, kecapean kerja dan pikiran. Ah semuanya menyatu hingga dia dinyatakan sakit kanker. Berbagai pengobatan dilakukan mulai dari luar negeri, dalam negeri sampai herbal dilakukan.

Ingat saat itu semangatnya si kakak untuk berobat luar biasa. Dimana ada orang yang menginformasikan ada pengobatan kanker yang banyak pasiennya sembuh si kakak dan tante langsung datang. Tidak sedikit dana yang keluar untuk pengobatan si kakak, tetapi Tuhan berkehendak lain. Cukup lama menahan sakit kanker hati ( 3 tahunan) hingga akhirnya Tuhan memanggilnya di November lalu.

Manusia berencana Tuhan yang menentukan. Saat penghiburan keluarga tanteku berisak tangis bercerita bahwa Kak Yani banyak berbagi cerita dibuku diarynya.

Baca juga: Blogger Perempuan, Hebat!

Semua isi hatinya dituangkan dalam tulisan buku diary. Aku berkesempatan membaca lembar demi lembar tulisan pena si kakak. Ada cerita sedih namun ada cerita bahagianya juga.

I’m happy

hari ini kemo yang membahagiakanku

tidak muntah, tidak pusing

Aku mau makan enak, biar ada tenaga untuk jalan-jalan

Ah andai si kakak menjadi blogger ya, tulisannya ini pasti banyak mengispirasi banyak orang ya. Seperti saya kenal seorang blogger yang bernama Teh Okti tulisan beliau banyak menginspirasi pembaca, termasuk aku. Diantara rubrik yang ada di blognya aku suka yang bertema cerita kehidupan.

Sebagai blogger Cianjur si teteh banyak berbagi cerita tentang kehidupannya. Termasuk ketika ikut merasakan gempa di Cianjur yang terjadi beberapa waktu lalu.

Menulis…

Bagi sebagian orang hal ini kurang begitu menyenangkan. Menghabiskan waktu saja. Ada seorang teman pernah tanya ke aku begini,

“Dennise ngapain sih capek-capek nulis di blog. Mendingan curahan hatimu sampaikan saja ke orang yang dituju, praktis”

“Ha…ha…ha…gak semua orang mau kita tegur. Lebih nyaman di tulis di blog. Di blog kita bisa menulis tentang apa saja. Bagiku menulis itu sehat jiwa dan pikiran”

“Maksudnya?”

“Jiwa sehat itu dimana perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup. Sikap yang dapat menerima orang lain sebagaimana adanya. Sikap positif terhadap diri sendiri maupun orang lain”.

Jujurly bestie,

Semakin hari kehidupan ini semakin keras. Banyak persoalan hidup yang semakin hari semakin numpuk. Entah masalah internal ataupun eksternal keluarga. Aku pernah alami hidup yang di titik hopless alias tidak berpengharapan. Kok begini ya Tuhan?

Baca juga: Waspada! Wanita Mudah Alami Depresi

Seperti merasa ada ketidak adilan. Sifat jelek manusia yang terkadang suka membandingkan pernah aku alami. Semisal kok dia enak ya hidupnya sepertinya happy terus, gak ada masalah. Itu kataku. Padahal yang kupandang bahagia belum tentu hidupnya sebahagia yang kubayangkan. Karena kita’kan selalu memandang orang dari luarnya saja. Terlihat cashingnya bagus namun dalamnya mungkin lebih hancur.

Baca juga:Kunci Kebahagiaan Sejati: Bersyukur Tanpa Membandingkan

Terkadang kita perlu melihat ke bawah agar bisa bersyukur. Karena banyak orang di bawah kita yang mungkin hidupnya terpuruk tapi mampu alias tidak banyak mengeluh.

Proses belajar….

Ditahap ini aku sedang proses belajar untuk bersyukur untuk berbagai peristiwa yang dialami. Percaya bahwa ada rencana Tuhan yang terbaik dalam hidupku. Penting bagiku untuk menyehatkan jiwa dan pikiran ini untuk keberlangsungan hidup. Jika tidak sehat sulit berpikir waras dan terus diliputi pikiran negatif.

Oh ya siapa manusia yang tidak punya masalah?

Semua kita pasti punya masalah. Ah jadi ingat seorang bijak pernah berkata padaku,

Bersyukurlah hidup masih ada masalah

Kalau tidak ada masalah berarti sudah tidak hidup lagi

Aha, benar juga. Selagi masih ada tarikan nafas hidup kita pasti ada masalah. Tergantung kita menghadapinya. Dibuat sulit jadi sulit, dibuat gampang jadi gampang. Kalau kata Gus Dur, “gitu saja kok repot”, ha…ha…ha… setuju deh Gus. Kalau kita gak mampu menyampaikan uneg-uneg secara langsung, menulislah! Ini healing yang menyenangkan. Bahkan bisa mengobati setress. Gak percaya, coba deh (D/s)

45 thoughts on “Mau Sehat Jiwa dan Pikiran? Menulislah…”

  1. iya nih seminggu lagi udah 2023, tentunya memang banyak kisah di 2022 ini yang belum terekam dalam tulisan. Di tulis di blog yuk mbak.

    Doa itu emang bisa memberikan kekuatan tersendiri dalam menjalani berbagai problema hidup. rasa tergantung pada yang Maha Kuasa pun bisa membuat hati tenang

    Reply
  2. Menulis itu membuat hati kita lega, luasnya melebihi lapangan bola hahaa 😀 Banyak temanku bilang ga suka nulis. Ya kembali lagi ke masing2 orang ya. Zaman aku kecil dulu senang nulis di diary. Sekadar curhatan dan profesionalisme itu memang beda sih. Namun apapun bentuknya, yang penting bahagia aja sekaligus bisa bermanfaat bagi orang lain/ pembacanya 🙂

    Reply
  3. Setuju sih, buat aku yang agak introvert emang menulis adalah salah satu self healing. Daripada cerita ke org lain yg belum tentu memahami masalah kita. Kadang rumput tetangga emang keliatan lebih ijo sih ya hahaha. Di situ kunci agar kita lebih bersyukur aja sih menurutku.

    Reply
  4. Turut berduka ya atas meninggalnya Kak Yani, sedih pastinya. Ditambah dengan ujian sakit anaknya. Memang berdoa itu kunci kekuatan, supaya tambah kuat dan tambah sabar. Menulis healing yang sangat bagus, jadi bisa menumpahkan semuanya.

    Reply
  5. stujuu banget, Selagi masih ada tarikan nafas hidup kita pasti ada masalah, tergantung bagaimana kita menyikapinya saja.

    menulis memang mengurangi stress karena semua yang kita pikirkan bisa tertuang sehingga gak mengendap begitu saja dalam diri kita ya mbak 🙂

    Reply
  6. Mbak Dennise, semoga kakaknya yang terkena stroke lekas sembuh ya mbak.
    Turut berduka cita ata meninggalnya saudara sepupu karena sakit kanker hati. Mbak Dennise semoga sehat selalu. Aamiin.

    Iya mbak, menulis dengan hati, akan memberikan dampak baik pada diri, baik mental, maupun hal baik lainnya seperti materi, teman, ilmu dan lainnya.

    Buatku, menulis seperti cara untuk refreshing. Menyegarkan pikiran, menenangkan hati, dan menjadi lebih bahagia.

    Bisa menyembuhkan stress? Aku percaya itu.

    Reply
  7. Betul sekali kak Dennise dengan menulis uneg uneg kita bisa kita salurkan lewat tulisan paling tidak mengurangi sedikit beban kita.

    Semoga di tahun 2023 kak dennise sekeluarga diberi kebahagiaan yaa

    Reply
  8. Beberapa waktu lalu ada influencer yang bilang: untuk bisa bersyukur, kamu nggak perlu lihat dulu penderitaan orang lain yang ada di bawah kamu. Bersyukur ya bersyukur aja untuk berterima kasih sama Tuhan atas semua yang diberikan baik atau buruk, jadi nggak perlu membandingkan hidupmu dengan yang di bawah. Gimana menurut, Mbak?

    Reply
  9. Jujur, aku tuh kadang masih suka iri sama kehidupan orang lain. Untung tahapannya masih wajar karena langsung ingat berbagai nikmat yang Tuhan kasih. Dan sejauh ini, kalau habis nulis tuh emang lebih plong ya

    Reply
  10. Mbak Dennise aku juga suka menulis di diary dulu hehe, semakin dewasa rasanya udah gk bisa nulis di diary, tp aku sesekali tuangkan ke blog. Tp gk pernah nulis kesedihan di sosmed sih hehe. Emang menghindari banget.
    Turut sedih atas kehilangan sepupunya, insyaAllah udah gak sakit lagi yaa.

    Reply
  11. “Dear diary..” iya mba,aku dari SMP jaman dahulu,berasa lebih lega setelah corat coret tanpa takut malu,tanpa takut dihakimi,berasa bener2 lebih lega habis menuangkan keluh kesah di sebuah pena dan kertas :’) . Semoga sehat selalu ya mba 🙂

    Reply
  12. Tahun ini aku pun merasakan terserang Covid, bertiga dengan suami dan anakku. Tapi semuanya kupasrahkan kepada Yang Maha Kuasa, Kak. Dan menulis selalu menjadi jalanku untuk tetap happy.

    Mari kita sambut tahun 2023 dengan semangat, ya, Kak.

    Reply
  13. writing for healing, benar banget Mba Dennise.
    akupun senang menulis, mau di buku ataupun blog, untuk mencurahkan perasaan dan pikiran supaya enggak numpuk.
    syukurlah Rachel dan Glory sekarang sudah sembuh ya dan mbak kuat lho, enggak tertular.

    Reply
  14. Alhamdulillah aku baik-baik saja mbak Denise, lama gak ketemu lagi kita ya. Dari postingan ini bikin penyemangat deh nanti ke depannya aku harus lebih semangat & banyak lagi menulis untuk kesehatan jiwa dan pikiran. MEnuangkan pikiran dan curhatan melalui tulisan yang dikemas engan menarik pasti bermanfaat

    Reply
  15. Dennise, aku pun writing for healing.

    Ah, tak perlu dibeberkan, kita semua bawa beban hidup masing-masing, dan cerita di balik itu semua hanya kita yang tahu ya.. aku pun tak nyaman bercerita ke semua orang, bahkan menulis di blog, aku filter juga.

    Setuju dengan kalimat Dennise ; “Kita ’kan punya Tuhan yang hidup. Bawa dalam do’a dan percaya rencanaNya selalu baik”

    Percaya bahwa ada rencana Tuhan yang terbaik dalam hidupku. Penting bagiku untuk menyehatkan jiwa dan pikiran ini untuk keberlangsungan hidup. Jika tidak sehat sulit berpikir waras dan terus diliputi pikiran negatif.

    Reply
  16. Tos mbak, akupun menganggap writing itu healing. Kalau lagi galau, dan mulai menulis (soal kegalauan itu – in private) aku langsung plong rasanya. Kemarin aku jarang nulis dan jujur, jadi uring-uringan nih huhuhu.

    Reply

Leave a Comment