Sikapi Kapitalisme Digital dan Ekonomi Berbagi Dengan Bijak

 

Selamat pagi,

Bestie, mau cerita nih suatu hari aku mendapat hadiah sebuah buku dari seorang teman penggiat komunitas. Senang banget, karena buku yang berjudul KAPITALISME DIGITAL dan EKONOMI BERBAGI ditulis oleh sepuluh mahasiswa dan alumni Program S-2 dan S-3 Studi Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (KBM SPs.UGM). Wah banget kan.

Penasaran’kan isi dalamnya. Nah, saya coba ya mengulasnya.

Judul buku: Kapitalisme Digital dan Ekonomi Berbagi
Editor : Budiawan
Penulis : Sepuluh mahasiswa dan alumni Program S-2 dan S-3 Studi Kajian Budaya
dan Media Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (KBM SPs.UGM).
IBSN : 978-979-21-7556-1
Penerbit : PT Kanisius , Sleman DI Yogyakarta
Tahun : 2023
Tebal buku : xxvii , 278 halaman

Perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat. Teknologi berbasis komunikasi internet yang menggelobal berkembang sangat pesat.

Semuanya berdampak pada perubahan perilaku manusia, baik secara individu maupun kelompok dalam berbagai aspek kehidupan.

Salah satu yang terdampak oleh kecanggihan teknologi komunikasi berbasis platform adalah tindak atau perilaku ekonomi yang menjamur serta membudaya, disebut
dengan pola atau tipe ekonomi berbagi (sharing economy).

Berbagai istilah yang dikemukakan ahli untuk praktik ini, antara lain ekonomi kolaboratif, ekonomi peer to peer, ekonomi platform, ekonomi akses.

Kegiatan ini merupakan satu bentuk perilaku atau praktik kapitalisme digital (digital capitalism).
Masalah praktik kapitalisme digital dan ekonomi berbagi ini sebagai suatu fenomena yang sangat perlu diselami, sehingga dapat diantisipasi atau disikapi secara bijak.

Pesan seperti inilah yang kita dapatkan dengan membaca buku KAPITALISME DIGITAL dan EKONOMI BERBAGI . Buku yang terlihat mewah dilengkapi dengan kertas pembatas.

Dengan membaca buku ini, kita bisa memahami variasi praktik kapitalisme digital ( digital capitalism ) dan ekonomi berbagi ( sharing economy ) , yang semakin ramai dibicarakan di dunia akademis.

Termasuk sisi kelebihan yang bersifat positif, maupun sisi kekurangan yang bersifat negatif, disebut sebagai risiko.
Kapitalisme digital dapat mengubah dan membentuk kembali masyarakat investor swapraja dalam empat aspek yaitu konsumsi, pekerjaan, produksi, dan investasi.

Keempat aspek ini dipaparkan lebih rinci dalam buku tersebut.
Sharing economy adalah tipe baru kinerja ekonomi yang karakteristik utamanya adalah berbagi (sumber daya) di kalangan “klien ke klien” (peers).

Sisi positifnya,
antara lain ramah lingkungan, penggunaan sumber daya lebih bertanggung jawab,menciptakan peluang ekonomi, jalan menuju ekonomi berkelanjutan dan adil,mendekatkan individu dengan orang lain dalam komunitas.

Namun, ada juga ahli yang melihat sisi gelap berbagi ekonomi yaitu perubahan risiko yang sepenuhnya
dibebankan kepada mitra. Juga sebagai bentuk pelanggaran hukum dalam bentuk penghindaran pajak.

Peningkatan pekerja tanpa jaminan sosial/kepastian (precariat )
yang sepenuhnya berdasarkan kontrak yang ditentukan perusahaan/pemilik platform secara sepihak.

Juga sebagai jalan perusahaan besar berbasis platform yang mendominasi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat kapitalis berubah.

Menarik, terdapat dua tulisan/artikel yang disajikan membahas korporasi Gojek. ( halaman 37) Sebagai bisnis transportasi umum (ride-hailing) berkonsep ekonomi berbagi.

Gojek yang mulai beroperasi tahun 2015, berkembang melejit dengan menerapkan konsep ekonomi berbagi, memiliki 20 varian layanan.

Satu tulisan membahas bagaimana praktik hegemoni korporasi Gojek terhadap “mitra” pengemudi secara keseluruhan.
Menyingkap konstilasi kekuasaan Platform Gojek, dengan konsep dasar, gamifikasi, dan algoritma menjadi aparat kekuasaan baru.

Satu tulisan lagi tentang Gojek, lebih mendalami praktik hegemoni gamifikasi dan bentuk eksploitasi baru.

Digambarkan bahwa Gojek melakukan eksploitatif karena mempunyai kekuasaan penuh untuk mengendalikan kebijakan-kebijakan vital yang mempengaruhi/menentukan termasuk membatasi pendapatan para pengemudi ojek online.

Ada pula dua tulisan/artikel yang membahas aspek desainer grafis. Satu artikel membahas aktivitas produksi dan konsumsi (prosumsi) desainer kontributor grafis di platform Microstock freepik, sebagai tenaga kerja digital.

Hasilnya menunjukkan keterlibatan kontributor di Freepik mengalami alienasi dan eksploitasi. Eksploitasi atas hak guna
hasil produksi, waktu kerja yang lebih, tidak adanya jaminan sosial, dan eksploitasi yang ditimbulkan melalui program-program.

Eksploitasi dalam meningkatkan kekayaan Freepik, sekaligus menjadikan kontributor menjadi pekerja digital yang miskin atas
kekayaan intelektual mereka, karena tidak berdaya atas kebijakan pengambilan yang terjadi dalam Freepik.

Tulisannya diantaranya membahas desainer grafis dalam konteks kapitalisme digital dengan mengamati bagaimana teknologi digital dalam dunia desain grafis telah mentransformasi kehidupan masyarakat di satu desa Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah.

Ia melihat bahwa model platform bisnis menjadi gelombang baru informalisasi kerja yang disebut sebagai pekerja lepas yang menarik minat kaum muda karena otonomi, tidak ada aturan formal dan birokratis, dan peluang menghasilkan lebih banyak.

 Namun, para pekerja freelance semakin terindividualisasi, tidak mempunyai jaminan perlindungan layaknya pekerja. Konsep ekonomi berbagi tidak memuat semangat berbagi, melainkan sebuah mekanisme bagi pemodal untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan modal sekecil mungkin.

Kapitalis digital tidak pernah kekurangan akal melakukan eksploitasi terhadap para pekerja dan memaksa negara memihak kepadanya.

Satu artikel lainnya yang menarik menggambarkan praktik ekonomi berbagi yang menyasar mahasiswa, berjudul “ Jerat cicilan mahasiswa dalam bingkai ekonomi berbagi” (halaman 158) 

Lembaga keuangan seperti bank konvensional dan aplikasi belanja dare (e-commerrce) semakin hadir mengadopsi platform digital, memberikan layanan keuangan elektronik disebut fintech (Financial Technology).

Salah satu lembaga pinjaman dana berbasis platform yang diamati adalah Cicil.co.id. menawarkan layanan kebutuhan kuliah dan kebutuhan lainnya untuk mahasiswa.

Dengan membayangkan bahwa keaktifan pengguna yang mengonsumsi merupakan aktivitas produksi yang
mendatangkan keuntungan.

Sebenarnya ini diketahui merupakan jebakan yang halus, bahkan
sering tidak. Dengan janji memberikan kebebasan dan kemudahan, pengguna dilibatkan berbagai aktivitas produksi tanpa merasa dieksploitasi. Hal ini pernah terjadi pada mahasiwa IPB beberapa waktu lalu, alami jebakan halus yang akhirnya merugikan. 

Dibuai dengan ilusi, dipuja layaknya sebuah bantuan dermawan. Padahal bantuan tersebut dapat menarik dan menjerat penggunanya dalam posisi tidak berdaya.

Artikel lain membahas tentang buruh digital dalam dinamika multimedia. Dalam dunia media sering disebut konvergensi pada aspek kepemilikan, taktik, struktur organisasi, dan pencarian, pengumpulan informasi, serta penyajian penayajian
informasi dengan storytelling.

Menggambarkan bagaimana praktik kerja seorang jurnalis dengan status koresponden, kontributor, stringer, atau wire,
di era digital sekarang.

Dijuluki dengan istilah jurnalisme platipus yaitu
jurnalis yang harus (mampu) melakukan/mengerjakan semua bentuk kegiatan jurnalistik dalam memenuhi kebutuhan berbagai macam platform di media tempat kerjanya.

Jurnalisme platipus terus mengalami kerentanan akibat
konstestasi ekonomi, politik dan budaya, baik di ruang fisik maupun di ruang maya. Para kontributor mengakui bahwa teknologi digital sering memudahkan
pekerjaaan mereka.

Namun, di sisi lain memaksa mereka menuruti mesin
algoritma yang dirasakan menjadi beban tersendiri. Beban jurnalis platipus tidak hanya memproduksi konten untuk media cetak, berani, radio, dan televisi sekaligus.

Lebih dari itu, pada proses produksi berita, jurnalis harus merujuk pada logika algoritmik dan mengusahakan agar berita mereka bisa didistribusikan sesuai dengan logika yang sama.

Ada beberapa artikel lainnya sebagai bahan diskusi dalam buku tersebut. Penawaran permainan/permainan yang beragam semakin marak untuk menggoda dan merangsang keingingan khalayak, tidak hanya untuk anakanak.

Mulai dari yang gratis dan berbayar. Dengan pilihan ragam pembayaran yang mudah. Berbagai kasus menunjukkan, pengeluaran dana yang berjumlah besar guna memenuhi keinginan mengakses atau memiliki alat permainan.

Satu artikel mencermati hal itu dengan judul “Deteritorialisasi Hasrat Konsumsi Virtual Pemain Mobile Legends (halaman 56)

Bagaimana pula kasus pembuat konten you tube yang sebenarnya terlibat dalam praktik kapitalisme digital. You Tuber sebagai kreator aktif memang mendapatkan keuntungan
sosial dan ekonomi, sekaligus menjadi bagian dari platform kapitalisme You Tube.

Mereka menjadi subjek yang dieksploitasi. Mereka berdaya, tetapi sekaligus tertindas. Ini dijelaskan dalam tulisan membahas kreativitas You Tuber dalam perspektif budaya dan konektivititas.

Artikel lainnya tentang pekerja Bloger, membahas Resistensi dalam Karier Do It Yourself komunitas Bloggercrony Indonesia (BCC). Artikel yang berada di halaman 216 ini ditulis oleh anak muda Nuraulia Muhibar.

Disini dibahas Muhibar secara khusus perihal cara komunita Bloggercory Indonesia (BCC) yang beranggotakan para blogger secara aktif  menjalankan kegiatan yang berprinsip do it yourself. Dimana blogger-blogger melakukan resistensi terhadap dominasi-dominasi klien dalam kerangka industri budaya.

Dengan berperan sebagai cultural intermediaries, kehadiran komunitas blogger menjadi salah satu langkah melawan sistem content marketing yang telah berjalan.

Disini pria yang pernah mewakili Indonesia untuk  UNESCO Youth Forum 2021 mengulas Komunitas BCC yang didirikan oleh Wardah Fajri. Dengan dua ribu orang anggota  dengan berbagai platform blog, menjadi dalah satu komunitas yang secara aktif melakukan resistensi dalam karier DIY blogger.


Secara tidak langsung Fajri, sebagai individu membentuk komunitas BCC yang terbuka bagi lintas platform dan hobi dengan memanfaatkan jaringan yang telah dimiliki sebelumnya.

Di halaman  232, Muhibar mengutip pernyataan Fajri,

Aku setuju banget ini. Jika kita masih punya keahlian yang lain selain blogger, mengapa tidak dikembangkan dan diberdayakan. Skill dan talenta dari Tuhan jika diasah dan dikembangkan memberikan manfaat bagi orang banyak.

Wow banget ini ulasan sebanyak 22 halaman dari Muhibar ini. Dan sangat bermanfaat untuk kita para blogger. Baik blogger pemula maupun yang memutuskan kariernya kelak di dunia blogger.

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Selasa, 09 November 2021 – 18:31 WIB oleh Neneng Zubaidah dengan judul “Nuraulia Muhibar Wakili Indonesia di UNESCO Youth Forum 2021”. Untuk selengkapnya kunjungi:
https://edukasi.sindonews.com/read/594345/211/nuraulia-muhibar-wakili-indonesia-di-unesco-youth-forum-2021-1636456317

Untuk membaca berita lebih mudah, nyaman, dan tanpa banyak iklan, silahkan download aplikasi SINDOnews.
– Android: https://sin.do/u/android
– iOS: https://sin.do/u/ios

Bagaimanapun, buku ini bisa menambah perbendaharaaan pengetahuan pembaca. Dengan menyajikan tulisan menerapkankaidah ilmiah dengan bahasa populer, menjadikan buku ini enak untuk dibaca.

Sangat diperlukan bagi masyarakat umum, terutama yang menggeluti aspek ilmu dan praktik di bidang
komunikasi. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi sebagai masalah yang tidak bisa kita hindari, setiap saat dengan kebaruan serta kecanggihan menerpa kehidupan kita.

Data berupa fakta merupakan bahan utama yang sangat penting, kemudian diolah menjadi informasi yang bermakna/mempunyai arti, sehingga menjadi sebuah konten yang menarik.
Selanjutnya disampaikan melalui berbagai saluran komunikasi dengan berbagai tujuan.

Namun, semuanya juga perlu pertimbangan yang cermat
dalam batas-batas aturan baik skala sempit maupun luas yang mempengaruhi.
Dalam konteks inilah bahan yang disajikan buku inipun menjadi ranah diskusi yang menarik.
Depok, Agustus 2023

25 thoughts on “Sikapi Kapitalisme Digital dan Ekonomi Berbagi Dengan Bijak”

  1. kita memang tidak bisa menghindari perkembangan teknologi dan digital ini, tetapi kita bisa menghindari hal-hal yang berbau negatif maupun hoax.
    tentunya kalau udah begini balik lagi ke pribadi maing-masing ya kak.
    Buku yang menarik.

    Reply
  2. Tentang youtuber, iya juga ya secara ekonomi mereka mendapatkan penghasilan dan menjadi berdaya karenanya. Namun harus mengikuti algoritma yang di rancang sedemikian rupa, kalau enggak mau mengikuti ya tidak akan memghasilkan apa apa..

    Reply
  3. wuiihh menarik nih, terutama tulisan mengenai BCC.
    Di era digital ini memang kita harus lebih bijak dalam berbagi tulisan.
    Tapi, kalau saya pribadi memulainya dari hal-hal yang kecil, yaitu pengalaman pribadi saja, yang penting konsisten.
    Lama-lama bakalan lebih bisa memahami jadi blogger yang lebih baik

    Reply
  4. Wuih ada ulasan khusus juga tentang BCC yang digagas mbak Wawa.
    Bukunya bagus banget nih, walau awalnya saya pikir bakal akademis sekali, tapi ternyata bahasan didalamnya menarik banget

    Reply
  5. Senengnya ya kak, jadi nambah tuh koleksi buku…

    Isinya juga bagus, ditulis oleh mahasiswa yang menuangkan pikirannya secara terbuka tentang era-nya.
    Membaa buku emang Mau ngga mau kita pembaca juga ikut belajar hidup menjadi seperti mereka dan belajar banyak tentang apa yang kita awalnya ngga tau.

    Sehat selalu, kak….

    Reply
  6. Tumben nih kak Dennise, bahasannya berat nih…
    Zaman emang benar-benar sudah berubah ya mbak… Kalau dulu anak SD ditanya cita-citanya ingin jadi dokter, insyinyur dll. Sekarang banyak yang jawab pingin jadi youtuber, content creator dll. Sebesar itu pengaruhnya ke dunia anak.
    BTW, aku jadi tertarik nih pingin baca bukunya… Kelihatannya relate dengan dunia kerja saat ini…

    Reply
    • Menarik sekali dokter saya baca buku ini pembahasannya dari berbagai latar pendidikan berbeda. Seperti profesi blogger. Bisa lagi dikembangkan tidak sekedar bisa menulis saja. Dan ini yang membuat aku jadi lebih bersemangat untuk menggali talenta yang ada

      Reply
  7. Wow buku berat tapi bermanfaat

    Sebagai alumnus ekonomi, saya setuju banget bahwa urusan ekonomi sangat kompleks, menyangkut banyak sektor sosial, budaya termasuk politik yang kontestasinya sedang di depan mata

    Reply
  8. Kak Dennise makasih sudah sharing ya…Menarik ini bukunya KAPITALISME DIGITAL dan EKONOMI BERBAGI ! Judulnya sepertinya berat tapi bermanfaat ya, apalagi ditulis oleh 10 mahasiswa dan alumni Program S-2 dan S-3 Studi Kajian Budaya dan Media Sekolah Pascasarjana UGM.

    Reply
  9. Wah menarik banget, Mba ^^ Penasaran yang bahas tentang blogger tadi karena memang dekat banget sama kita yaa..
    Kalau dilihat dari penerbitnya sepertinya bisa dibeli melalui marketplace ya Mba?

    Reply
  10. Kalau mencermati kemajuan teknologi dan perkembangannya, aku jadi sadar bahwa gak ada apps yang bener-bener berjaya nomer 1 terus. Tentu selalu ada pembaharunya yang lebih baik dan lebih baik lagi.

    Dulu, Gojek, kini ada saingannya dan biasanya orang tinggal membiasakan diri untuk beralih dengan cepat. Dulu Shoppee, kini tiktokshop.

    Intinya memang buku Kapitalisme Digital dan Ekonomi Berbagi ini memahami pola di masyarakat yang bisa menjadi kajian kita semua untuk senantiasa adaptif mengikuti kemajuan teknologi.

    Reply

Leave a Comment