Toxic Relationship: Bertahan atau Keluar

Perkenalkan ini temanku Diah (40 th) dia baru saja melepas status single parentnya 6 bulan yang lalu dengan Dimas suaminya yang juga duda cerai. Latar belakang Diah seorang janda dengan 2 anak, Tia ( 12 rh ) dan Rio ( 10 th). Diah bercerai dengan suaminya 5 tahun yang lalu karena suaminya kasar.

Sang suami kasar mulut dan fisik. Tommy, nama suaminya. Mudah emosi, istri dan anak tidak boleh membantah, harus nurut walaupun yang dikatakan salah tapi tidak bisa dibantah. Sekali saja Diah membela diri maka kekerasaan fisikpun dialami. Tampar, pukul, tendang adalah makanan sehari-hari. Bahkan yang membekas dipikirannya Tommy tidak malu membentak bahkan memukulnya di depan orangtua, mertua bahkan anak. Dari awal berumahtangga Tommy sudah tempramental beda banget ketika mereka masih pacaran. Suaminya manis banget sikapnya.

Tidak ada pilihan lain, rumahtangga yang sudah dibina selama 14 tahun terpaksa harus berakhir di meja pengadilan. Mereka bercerai dan anak-anak ikut Diah. Seiring dengan perjalanan waktu Diah menjadi berhati-hati berkenalan dengan pria. Beberapa kali kenal pria tapi hatinya tidak sreg. Banyak sifatnya yang buat Diah tidak nyaman. Ada yang genit, suka berjudi, minum dan bahkan sama dengan mantan suaminya, tempramental.

Sampai akhirnya Diah bertemu dengan Dimas. Entah mengapa saat bertemu dengan pria asal Jawa Barat itu dirinya klik dan nyaman. Kalau bahasa orang sekarang ada chemistrynya. Beda usia mereka hanya terpaut 3 tahun, Dimas lebih tua namun sangat ngayomi. Tidak saja pada Diah sayang tetapi juga pada anak-anak dan keluarga Diah. Dimas sangat sopan santun, hormat pada orangtua Diah. Setiapkali main ke rumah selalu membawa buah tangan.

“Diah, ibu lihat Dimas itu baik banget ya, beda sama kekasih-kekasihmu terdahulu”

“Mudah-mudahan ya bu”

“Nak, jangan kelamaan sudah jadiin saja. Gak enak sama tetangga sama saudara, kalian sudah begitu dekat. Jangan sampai timbul fitnah nantinya”

Atas dukungan keluarga, anak-anak dan secara pribadi Diahpun mantap dengan Dimas akhirnya mereka resmi mengikat tapi kasih. Namun ternyata oh ternyata kebahagiaan itu hanya sesaat. Diah hanya merasakan kebahagiaan 6 bulan saja selebihnya penderitaan. Diah mengalami toxic relationship dengan suaminya.

Apa itu Toxic Relationship?

Hubungan tidak sehat yang dapat berdampak buruk bagi keadaan fisik maupun mental seseorang. Toxic atau racun yang merasuki kehidupan seseorang akibat hubungan yang sudah tidak sehat lagi.

Ciri-ciri Toxic Relationship yaitu:

Baca juga: Waspada! Wanita Mudah Alami Depresi

Kekerasaan Dalam Rumah Tangga

Ini yang yang dialami Diah. Sayang yang dulu diberikan Dimas nyaris musnah. Suaminya seringkali melakukan KDRT baik itu fisik maupun perkataan kasar yang keluar. Bicaranya tajam dan menyakitkan. Seseorang yang terjebak dalam toxic relationship berpotensi kehilangan rasa percaya diri dan kebahagiaan. Hal ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental maupun fisik. Merasa dirinya kurang dan tidak berdaya.

Cemburu Berlebih

Cemburu katanya cinta kalau tidak ada cemburu berarti tidak ada cinta. Benarkah? Ya ada benarnya juga. Tetapi kalau cemburu yang berlebihan itu bukan cinta namanya tetapi sakit jiwa. Bahkan jika tidak bisa dicegah menjadi posesif yang tentunya merugikan pasangan.

Bossy

Perilaku seperti bos pada istri itu sangat bahaya. Suami merasa istri adalah anak buahnya yang layak hidupnya diatur ini itu. Apalagi jika istri tidak bekerja sumber finansial hanya dari suami saja maka lebih meraja lela kelakuannya.

Berbohong

Pasangan yang sering berbohong untuk mengambil keuntungan secara pribadi dapat dikatakan toxic relationship. Semisal suami mengaku ada rapat hingga larut malam di kantor padahal selingkuh atau berjudi. Memang kalau suami laporan ke istri pasti marah makanya berbohong. Ya, seharusnya’kan tidak dilakukan kalau istri tidak mau marah ataupun berkata kasar.

Mengarang Cerita

Beda dengan bohong. Kalau bohong dilakukan pasangan untuk menutupi dosa nah mengarang cerita itu sama dengan membuat cerita palsu menjelekan pasangan secara berapi-api tujuannya agar orang percaya dan ikut membenci bahkan menjauhkan. Mengapa tega melakukan itu? biasanya suami yang seperti ini tidak mau pasangannya lebih sukses darinya dengan kata lain tidak mau kalah saing. Atau suami tidak mau istrinya berprestasi sehingga melupakan pasangannya.

Over Control

waduh pasangan yang seperti ini apa enaknya ya. Keberadaan istri dikontrol setiap saat sedang dimana dengan siapa mengerjakan apa dan jam berapa pulang. Kalau hanya sekali duakali dapat diartinya pasangan sayang. Tetapi kalau terus menerus itu namanya sakit mental. Tidak punya kepercayaan pada pasangan bawaannya curiga terus. Padahal curiga tanpa bukti.

Mengekang

Percaya deh suami yang suka mengekang istrinya beraktivitas apalagi sudah berterus terang mau melakukan kegiatan apa, lama-lama merusak hubungan. Seperti yang dialami Diah. Secara jujur Diah bilang ingin aktif di organisasi tempat Dimas suaminya bekerja, apalagi semenjak jadi istri Diah tidak punya kegiataan yang berarti hanya mengurus anak saja. Tapi secara tegas Dimas tidak mengijinkan. Bahkan untuk sekedar jalan ke mall saja Dimas tidak mengijinkan hanya boleh bersamanya. Hmmm….ini suami warasnya sudah sulit terkendali ya.

Tidak Didukung

Suami yang toxic relationship tentunya tidak memberikan dukungan dalam bentuk apapun untuk pasangannya untuk maju. Dalam pikirannya istri maju berarti petaka. Jadi apapun yang dilakukan istri sebisa mungkin dihambat. Wow, parah ya…

Bestie…

Ada lagi toxic relationship yang membuat istri gerah dengan suami kalau untuk menutupi kekurangannya dan bersikap minder dengan kata-kata yang diucapkan berulangkali,

Ya aku sih gak makan bangku sekolah seperti kamu, makanya kamu pintar membantah

ya aku memang orang kampung bodoh, makanya mudah dibodohin sama kamu

Coba deh kalau Anda punya pasangan seperti ini apa tidak kesal. Kata-kata ini jadi senjatanya untuk membuat emosi.

Lalu, Harus Bagaimana?

Kalau masih pacaran toxic relationship bisa langsung ambil keputusan putus, selesai. Namun berbeda jika sudah berkeluarga dan punya anak, tidak semudah itu ambil keputusan untuk menyudahi. Sebaiknya bagaimana harus menyikapi

Heart to Heart

Penting banget untuk berbicara heart to heart secara 4 mata dengan pasangan apa maunya, mengapa dia melakukan itu yang membuat Anda salah duduk salah diri. Pilah-pilah apa maunya. Sekiranya bisa dilakukan oleh Anda tetapi jika tidak Anda harus tegas. Misalkan saja suami tidak ingin Anda bekerja sementara sumber financial dari Anda suami tidak bekerja tetap ya tentunya hal ini jangan diiyakan.

Libatkan Keluarga

Ini membantu banget dengan melibatkan anggota keluarga terdekat seperti mertua ataupun kakak yang disegani untuk berbicara padanya. Mungkin kalau orang yang disegani dan hormati suami bisa berubah.

Libatkan Profesional

2 cara diatas tidak mempan merubah sikap suami tidak perlu malu ajak pasangan untuk ke profesional seperti Psikiater. Ingat loh ke psikiater itu bukan aib yang memalukan. Sama saja kalau kita ke dokter ahli. Nah psikiater ini ahli jiwa yang memang expert di bidangnya dan paham harus menggali darimana terapi apa yang harus dilakukan. Dan prosesnya berapa lama. Tentunya ini harus kesepakatan bersama pasangan. Bukan hanya Anda saja yang mau tetapi suamipun mau

Divorce

Ini terakhir keputusan yang terpaksa harus diambil jika semua cara dilakukan tidak merubah sikap suami bahkan Toxic Relationship semakin menjadi. Tentunya sebelum ambil keputusan untuk berpisah Anda harus siapkan mental terlebih dahulu. Misalnya jika selama ini tidak bekerja hanya mengandalkan suami berarti Anda harus bekerja yang tetap dulu dan menghasilkan tiap bulannya. Karena biasanya hakim tidak akan mengabulkan hak asuh anak jatuh ke istri jika istri tidak bekerja. Alasannya, anak mau dikasih makan apa nanti.

Bestie sayang…

Semua keputusan ada ditangan Anda dalam menyikapi toxic relationship dengan pasangan. Bertahan dalam penderitaan (jika tidak berubah hari lepas hari ) atau keluar dari masalah dengan menyudahi hubungan (D/s)

108 thoughts on “Toxic Relationship: Bertahan atau Keluar”

  1. Toxic relationship…take it or leave it. Meski banyak alasan kadang perempuan berusaha bertahan, padahal hubungan tidak sehat akan membuat segalanya juga berat. Seperti KDRT…duh istri disiksa secara fisik maupun verbal, mending suami macam begini ditinggal

    Reply
  2. Saya penasaran juga nih, sebenarnya gimana ya caranya mendeteksi seseorang yang temperamental sebelum menikah?
    Karena banyak loh cerita kayak gini.
    Sedih juga sih, bapak saya juga dulu gitu, cuman memang blio ga berani main tangan ke mama saya, tapi ke anak-anaknya 😀
    Sama aja ya 😀

    Reply
    • Nah ini dia kak yang memang tidak ada ilmunya. Terkadang andalkan feeling bisa jitu juga. saranku sih sebaiknya jangan buru-buru memutuskan untuk menikah, pelajari dulu kelakuannya. Semakin sering bertemu biasanya karakter ASLI nya akan mencuat

      Reply
  3. saya pernah ngobrol dengan psikolog

    jalan keluar dari toxic relationship hanya 2, si pasangan “diobati” atau bercerai

    karena bertahan tanpa action akan membuat pasangan dan anaknya (jika sudah berkeluarga) ikutan sakit

    Reply
  4. Kalau sudah keras fisik memang baiknya berpisah.
    Tapi, sy pernah dengar dari beberapa guru yoga sy di Bali kalau masa lalu yg belum ‘dibereskan’ akan mengundang hal yg sama ke depannya. Itu karena di alam bawah sadar kita masih menarik hal serupa. Maka dari itu sebelum memulai hubungan baru baiknya bunda ‘menyembuhkan’ diri dulu dari trauma agar ke depannya tidak lagi mengalami yg serupa.

    Reply
  5. Seandainya hal buruk saya alami. Saya pun tidak segan akan mengambil keputusan terburuk asal masa depan anak dan saya jadi lebih baik.
    Tapi semoga saja kita dan pasangan terus baik-baik saja ya. Kalaupun ada masalah bisa diselesaikan segera

    Reply
  6. Ah Dennise, yang di dunia nyata actually toxic relationship banyak sekali!

    Ngga usah mukul, tapi suami yang suka mengekang istrinya beraktivitas apalagi sudah berterus terang mau melakukan kegiatan apa, marah tanpa juntrungan ke anak-anak, mencela dandanan, mencela masakan, mencela kerapihan.. OMG

    semua itu membuat cinta menguap dan membakar api dendam dalam sekam

    Reply
  7. belakangan aku lagi ngikutin trials jhonny depp dan amber heard, meski ya hubungan mereka bisa dibilang toxic sih, dan separah itu efeknya bahkan bisa merusak reputasi masing-masing

    Reply
  8. Waduh semoga kita semua dijauhkan dari toxic relationship ya..sejatinya mereka emang udah bermasalah dengan dirinya jadi ada baiknya cari pertolongan untuk menyembuhkan masalah yg ada pada dirinya sebelum membina hubungan kembali

    Reply
  9. Perempuan harus berani bersikap
    Toxic relationship harus ditinggalkan
    Nggak pantas bertahan dihubungan yang tidak memberi kebahagiaan

    Reply
  10. Aku pernah lihat toxic relationship yang ada di sekitarku. Kalau disuruh pisah tu beralasan kasihan anak gitu. Dan bertahan dengan rumah tangga yang toxic begitu. Sebagai orang luar aku hanya merasa kasihan.

    Reply
  11. Hufff, pernah denger kasus-kasus begini pada beberapa teman yang curhat berada dalam hubungan yang toxic. Gregetan emang, apalagi kalau si cewek jadi tersiksa. Namun pada akhirnya ya keputusan masing-masing, ada yg percaya dia akan berubah, ada yg berani ambil keputusan untuk bercerai saja

    Reply
  12. Syukurlah aku udh lama lepas dari toxic relationship. Sekarang meski single, tp ada anak2 yang menguatkan.
    Sekarang kalau mau buka hati baru kudu bener beneeeer dicari yang sevisi semisi dan seirama. Ngga mau salah langkah untuk yang kedua kali. Amit2 ya, kak…
    jangan sampe. semoga kita slalu diberi kebahagiaan dalam hidup. Aamiin

    Reply
  13. Toxic relationship ini nggak cuma membawa efek buruk bagi si istri tapi juga ke anak-anak mereka. Apalagi kalau perilaku buruk dari Suami sering dilakukan di depan anak-anak. Kalau saran saya sih, akhiri. Karena wanita terlalu tinggi derajatnya untuk direndahkan oleh kaum pria

    Reply
  14. Iya sih, kalau sangat toxic untuk apa rumah tangga dipertahankan, malah menyakitkan dan bisa jadi penyakit baru timbul karen ahati tidak bahagia. Semoga Mbak Diah bahagia selalu dengan suaminya yang sekarang.

    Reply
  15. Butuh keberanian dan ketegasan. Kalau perlu jangan terlalu main perasaan iba dan banyak berharap semua akan membaik pada waktunya. Kalau udah 1-2x dikasih kesempatan mungkin namanya udah bukan khilaf. Tapi, udah mengarah ke toxic relationship

    Reply
  16. Jadi ikutan emosi jiwa, ya, kalau baca-baca tentang toxic relationship gini. Aku turut prihatin dengan kejadian yang menimpa Mbak Diah juga perempuan lain yang mengalami hal serupa. Apalagi ini adalah pernikahan kedua, pastinya nggak akan mudah untuk memutuskan berpisah lagi. Semoga masih ada jalan keluar yang bisa ditempuh, misalnya dengan melibatkan keluarga dan profesional.

    Reply
  17. duh..bukan bahagia malah bahaya ..bagus pisah sih. sebenarnya sebelum menikah kita bisa lihat tanda2nya istilahnya redflags, cemburu wajar tapi jika mengekang sih jangan. jika mau menjalin hubungan bagusnya selidiki kenapa putus atau cerai dengan mantannya yang lama, katanya sih penting mengetahui alasan putus dengan minimal 3 mantan terakhir… ya kalau menjelekkan dan membuka aib mantan salah satu redflag yang harus dihindari..

    Reply
  18. Kasihan banget ya Diah, perbikahan keduanya hanya bertahan sebentar. Jadi agak sulit juga ya mbak untuk memilih teman hidup itu kalau sebelum menikah dan sesudah berubah drastis sikap dan prilakunya. Bener banget kalau belum nikah sih lebih mudah putusnya dibandingkan ketika sudah menikah

    Reply
  19. Turut prihatin dengan apa yang dialami sama Dyah. Kalau sudah ga sehat lagi pilihan bertahan atau cerai jadi dilematis, ya. Kesan pertama perlu diuji lagi saat ketemu yang rasanya klik, biar ke depannya ga jadi penyesalan

    Reply
  20. Hubungan toxic kalau masih pacaran ya putus. Kalau udah nikah, emang jadi gak mudah ya, Mbak. Ada keluarga, anak, dan lainnya. Kalau di kampung, gak jarang lho pada milih bertahan daripada ke pengadilan

    Reply
  21. Huhu, sedih banget ya pastinya kalo kita ada di dalam rumah tangga yang toksik begitu. Temenku ada yang begitu. Dia gak bisa apa-apa karena takut kehilangan hak asuh anak. Jadinya ya dia bertahan aja. Aku bahkan sampe bingung ngasih saran. Akhirnya cuma bisa doain aja. Semoga mereka yang tetap bertahan di rumah tangga seperti itu bisa kuat, sabar, dan tahan. 😭

    Reply
  22. Toxic Relationship ini tuh disadari atau tidak ya banyak banget terjadi di sekitar kita. Bahkan di lingkup keluarga sendiri, entah inti atau yang lebih besar. Terjadi dari dulu bahkan, tapi orang zaman dulu (beberapa orang) mana mau denger tentang betapa bahayanya hubungan gak sehat gini. Padahal, kalau dibiarkan, efeknya ya gak habis-habis..bakal jadi efek domino ke anak cucu.

    Reply
  23. Komennya mohon maaf, kak Denise sedikit menyimpang.
    Tapi aku sesungguhnya kenal kalimat “toxic relationship” ini karena dulu aku seorang “Beliebers” (fans Justin Biebers, hihi) dan di sanalah aku tau bahwa toxic relationship bisa terjadi siapa saja dengan latar belakang keluarga yang broken, terutama.

    Sedih banget yaa…kak Denise.

    Reply
  24. Toxic relationship kdang hadir tanpa disadari pengalaman keluarga, berteman, lingkungan kerja banyak banget dan aku pun pernah mengalaminya. Makasih sharingnya.
    Kalo beraa di lingkungan Toxic relationship ini simple sih, tinggal memilih, bertahan atau keluar ga pake drama2 yaaa, (padahal mah susyaah) hahaa

    Reply
  25. Bertahan atau tinggalkan, sepertinya mudah tapi nyatanya susah. Apalagi kalau sudah ada anak. Namun sebagai perempuan kita juga manusia. Hidup dalam siksaan hanya akan meninggalkan trauma mendalam. Karakter temperamental memang susah terdeteksi sebelum hidup bersama. Buat calon pasangan masalah ini PR banget bagaimana mengenali karakter masing2 sebelum sah.

    Reply
  26. Paling susah itu memang mendeteksi orang-orang yang punya kecenderungan toxic di awal perkenalan. Biasanya kan, yang di awal-awal itu selalu kelihatan manis dan baik, seperti Pak Dimas di atas, bahkan beliau juga baik kan sama anak-anak dari istrinya, tapi who know.. Huhu kasihan sama si ibu Diah.

    Reply
  27. Kalau baca-baca kondisi rumah tangga seperti itu, selalu bikin aku pribadi berpikir untuk bersyukur. Karena semua pasti mengalami proses yang up and down ya. Nggak bisa terus menerus hidup dalam toxic relationship. Memang harus memilih demi masa depan. Semoga kita selalu dijaga oleh-Nya.

    Reply
  28. Setuju sih, keluar aja dari hubungan toxic yang saling melukai. Yang penting tetap sehat secara mental daripada harus bertahan dan malah saling membuat satu sama lain merasa tersiksa

    Reply
  29. Saya sebagai Gen Z, merasa bahwa cerita ini sangat relevan, karena teman-teman terdekat saya pun berada di posisi serupa, walaupun belum pelik, karena baru dalam tahap pacaran, tetapi tetap saja Toxic Relationship itu tidak baik, dan sayangnya mereka mereka ini yang terjebak dalam situasi, seolah tidak sadar dan takut tidak pernah punya pasangan lagi. Wow dilematis ya, tapi saya pribadi melihat toxic relationship di kehidupan Gen Z sebagai salah satu fenomena individu yang pikirannya terkungkung dan hidup dengan enggan mengambil resiko. ~Twee tilmu

    Reply
  30. Saya ikut prihatin dengan temannya kak. Siapa sih yang pengen kejadian kyk gitu. Kalo udah sampe main fisik dan mental, saya setuju untuk pisah aja. Tidak ada pembenaran untuk suaminya titik.

    Reply
  31. Kalau sudah KDRT memang susah sembuhnya, berpisah mungkin jalan terbaik.

    Kalau belum ada kekerasan, komunikasi masih bisa diperbaiki dan minta bantuan orang-orang terdekat, kasihan anak-anak kalau cerai.

    Reply
  32. Bener sih.. Kalau ud punya anak kadang gak bisa semudah itu utk melepaskan diri. Tp jika dipaksa dipertahankan malah dampaknya lebih buruk lagi kedepannya.

    Apalagi kalau ud KDRT. Dahlah, kalau aku sih tinggalin. Justru kasihan sama anak-anak dan diri kita sendiri jika hrs bertahan dalam hubungan yg toxic kayak gt.

    Reply
  33. Lari bestie.. Larii…. Kalo aku udah gak kuat sih hidup sama pasangan yang toxic. Kayaknya kebahagian diriku sendiri lebih penting. Aku yakin pasti ada cara untuk bahagia, dan itu bukan dengan dari hubungan ini…

    Reply
  34. Kasian ya Kak, Dyah, harus mengalami kegagalan kedua kalinya. Mungkin dalam menilai pasangan sebelum memasuki jenjang pernikahan, harus benar2 teliti, ya, kak. KLO perlu cari sumber berita dri org2 terdekat sang calon. Thanks for sharing, kak.

    Reply
  35. Disini banyak yang bingung gimana cara mendeteksi karakter asli seseorang. Menurut saya SANGAT MUDAH di teori tapi SANGAT SULIT di prakteknya.

    Cara menguji karakter asli seseorang:
    – buat dia kesal,
    – buat dia menunggu lama,
    – perhatikan sikapnya saat dia merasa lapar,
    – perhatikan dia saat terkena musibah/cobaan (misalnya: kena tilang),
    – kalau dia masih punya orang tua, perhatikan sikapnya terhadap orang tuanya,
    – kalau dia terlihat punya sikap yang too good to be true, anda perlu menyelidikinya lebih lama lagi karena semua manusia punya cacat karakter.

    Ini sulit dilakukan tapi sepadan dengan hasilnya. Butuh tarik ulur dalam hubungan dan dalam prosesnya anda sebagai pacar/calon pasangan bakal terlihat seperti seseorang yang brengsek.

    Pada akhirnya bacalah NIAT calon pasangan anda, karena seburuk-buruknya orang, kalau niatnya baik dan memang benar-benar mencintai anda, dia pasti akan berusaha berubah untuk membuat anda bahagia.

    Reply

Leave a Comment